-->

Friday, March 16, 2012

Mengintip Pelayanan Kereta Api Ekonomi 2012

Kereta Api Indonesia makin lama makin membaik pelayanannya. Ga cuma dari logonya yang ganti (loh) tapi dari sisi administrasi dan seg tata tertib dan aturan makin diperketat.
Beberapa bulan terakhir, gue jadi suka bepergian ke Bandung karena suatu urusan pribadi (ehem…), karena itu sekarang menjadi suatu rutinitas >,< gue harus berpikir bagaimana caranya kesana (setidaknya untuk urusan transportasi ) dengan biaya seminim mungkin. Karena dari semester pertama sampe semester enam gue ga pernah naik kereta sendirian, karena masih rada was-was (maklum, di Kalimantan ga ada kereta), denger-denger dari cerita temen kalo naik kereta keluar kota lumayan bahaya banyak copetnya.

Oke, karena waktu pertama kali ke Bandung itu juga barengan sama urusan keluarga, jadi biaya di tanggung nyokap. Karena orang tua maunya yang aman, ya mereka ngasi biaya buat naik kereta Eksekutif. Jadilah tanggal 30 Juni 2011 gue naik Kereta Api Eksekutif Malabar  seharga Rp 190.000.
Eksekutif memang sangat nyaman. Kursinya, selevel dengan pesawat. Biasanya wangi, dan tidak menimbulkan kesan kumuh, elegan malah (yaiyalah. Eksekutiiip). Cuma mau saran. Kalau lo perjalanan malam dan kemungkinan nginap di kereta, lebih baik ambil bisnis. Karena AC nya dingin banget.
Beberapa bulan berikutnya, gue ke Bandung berencana naik bisnis Karena mau nyoba yang lebih murah. Dan waktu itupun, gue juga naik kereta Malabar. Gue tipe orang yang sudah percaya sama satu hal, akan memakai produk itu selamanya sebelum ada yang ‘jauh’ lebih baik daripada hal itu. Malabar merupakan kereta dengan tiga kelas, yaitu Eksekutif, Bisnis dan Ekonomi. Bisnis lumayan nyaman, dengan tempat duduk sebaris (yang bisa diset menjadi berhadap-hadapan). Dua kipas angin tiap gerbong, dan tanpa gorden pada jendela kereta.
Suatu ketika urusan tersebut sangat mendadak, dan waktu itu duit gue juga lagi cekak, dan gue pun memberanikan diri buat naik Malabar Ekonomi. Yang bikin gue sedikit ngerasa secure adalah harganya yang lebih mahal dari Ekonomi biasanya. Dari cerita temen-temen gue, kereta ekonomi itu sengsara banget. Banyak yang berdiri, penjual dimana-mana, penuh sesak, de el el. Tapi begitu gue naik Ekonomi Malabar waktu itu, Kosong-melompong aja. Ga ada penumpang yang berdiri, penjualnya juga lewat kalo pas lagi berhenti aja. Dan orang-orang keamanan juga dengan sigap menegur penjual yang nekat berjualan pas kereta lagi jalan.
Berbeda dengan bisnis, kereta Ekonomi tidak bisa diatur tempat duduknya, sehingga emang default-nya duduknya hadap-hadapan. Disebelah kiri dalam satu kursi bisa memuat tiga orang, dan di sebelah kanan, satu kursi bisa memuat 2 orang. Gue pun nanya sama bapak-bapak disebelah, kenapa kok ekonomi disini enak banget? Kata bapak-bapak itu, “Ekonomi Malabar emang yang paling enak. Kalo Ekonomi yang seperti adek bilang itu, naiknya dari Lempuyangan. Orang-orang lebih nyebutnya ekonomi sengsara. Harganya juga jauh lebih murah. Cuma 35ribu.” 35 Ribuuu cuuuy….dibanding sama harga ekonomi Malabar yang 60ribu. Hampir setengahnya. Bisa aja gue tiap minggu kebandung.
Abis Tahun baru, entah kenapa harga ekonomi Malabar naik banget. Jadi mikir lebih baik naik bisnis daripada ekonomi. Harganya sekarang menjadi 95ribu. Liat daftar tiket berikut.
Cuma nambah sedikit bisa naik Bisnis. Hal ini membuat gue berpikir “apa sebaiknya naik ekonomi sengsara aja ya?”, lantas gue pun langsung SMS gilang yang katanya kakaknya pernah naik ekonomi sengsara ke bandung. Dia bilang, masih ada penumpang berdiri tuh. “WADUH”, bukannya pemerintah bilang penumpang berdiri udah ga boleh lagi? Ini kenapa katanya masih ada ? bukan masalah apa sih. Gue lagi banyak bawaan barang berharga. Takut aja. Lagipula dalam laptop gue ada skripsi gue. Kalo hilang, masa iya gue ulang dari awal?
Akhirnya gue ma pacar gue pun memutuskan untuk naik yang lebih murah (pacar gue Cuma nganter). Ya benar. Kereta yang kata orang ekonomi sengsara ini. Gue milih buat naik Kahuripan.
Didalamnya, sudah ga seburuk yang diduga. Penumpang berdiri benar-benar udah ga ada lagi. Bisa liat ni buktinya.
Dan lagi, dalam tiket dicantumin “Perjalanan anda bebas asap rokok” woow. Keren banget kan? Udah ekonomi murah, bebas asap rokok lagi.
Tapi ternyata masih ada orang begok yang ngerokok dalam kereta. Padahal jelas-jelas dari tiketnya itu memperingatkan kalau dalam gerbong ga boleh ngerokok. Kalau emang mau ngerokok di depan WC atau jarak antar gerbong bisa kan?
Lagi pula dalam gerbongnya sendiri udah ada tanda larang dilarang Merokok atau No Smoking
Dan satu lagi, bedanya kereta api Malabar dengan kereta api Kahuripan ini adalah penjualnya yang nonstop dan gigih banget menjual barang dagangannya. Rada susah kalau mau tidur jadinya… tapi ini bisa jadi pertanda juga. Kalau yang jual ngomongnya “Mayzon mayzon”,berarti belum masuk ke jawa barat. Soalnya kalau udah di Jawa Barat, ngomongnya  jadi “Mijon Mijon”.
Intinya adalah, Kereta api sekarang perlahan makin membaik pelayanannya, Semoga terus meningkat. Hanya saran saja Lebih ditegaskan lagi masalah penjual dan rokok. Apapun gerbongnya, gue pikir didalam gerbong pasti ada perempuan dan anak-anak, dan ga semua cowok suka asap rokok. Tolong lebih dipertegas. Atau bahkan mungkin berlakukan semua stempel “Perjalanan anda bebas asap rokok” ke semua tiket perjalanan Kereta Api Indonesia. Soalnya kemaren gue beli tiket dari bandung ke Jakarta ga dapet tuh stempel. Hehehe... CMIIW

Learn..... Learn from mistakes

2 comments:

  1. Artikel yang bagus, mbak.
    Pt. Kai emg harus diapresiasi.
    Pelayanannya top. Apalagi bwt Malabar.
    Tp tetap masih penasaran sama Eko. Malabar. Sekarang 260K cyiin.

    ReplyDelete
  2. sebetulnya mau tiap kursi ada tulisan gede2 dilarang merokok, pasti tetep bakal ada aja org bego belagak buta hurup, ngebal ngebul sembarangan. satu2nya cara utk menerbitkan rasa tertib supaya terbiasa ya dgn menerapkan denda DAN stigma sosial. kalo ada yg ngelanggar aturan, tegur! permalukan di depan umum.

    ReplyDelete

Start Work With Me

Contact Me
Zulfariansyah
+628998787870
Samarinda, Kalimantan Timur

Powered by Blogger.