Gambar 1 Ekonomi Digital
(Sbr : https://kreditgogo.com/artikel/Digital-Banking/Jenis-Uang-Elektronik-Buat-Pengaturan-Finansial.html)
LATAR BELAKANG EKONOMI DIGITAL DAN UANG ELEKTRONIK
Sebagai manusia yang hidup pada jaman milenial atau generasi Y, saya hidup dalam masa peralihan ketika Ekonomi Digital sedang dikembangkan. Saya merasakan begitu banyak manfaat dari penggunaan ekonomi digital. Mulai dari transaksi transfer dana hanya dari smartphone, sampai kepada penggunaan elektronik money.
Ekonomi Digital di Indonesia saat ini berkembang sangat signifikan. Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk ekonomi digital karena tingkat penetrasi pengguna internetnya terus meningkat. Pada tahun 2017, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa atau meningkat 7,96% jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu hanya 132,7 jiwa. Jumlah pengguna internet tahun 2017 tersebut mencakup 54,68% dari total populasi di Indonesia yang mencapai 262 jiwa. Presiden Indonesia, Joko Widodo menargetkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada tahun 2020 dengan proyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai 130 juta USD.
Melihat target Presiden yang cukup optimis, dapat disimpulkan pemerintah saat ini sangat mendukung perkembangan ekonomi digital dalam negeri, sehingga perlu diperhatikan dalam fokus pembangunan infrastruktur terkait dengan kelancaran perkembangan ekonomi digital.
Melihat banyak kegunaan dan manfaat dari Ekonomi Digital bukan berarti tanpa kekurangan. Perkembangan teknologi yang sangat pesat dalam kurun waktu 10 tahun kebelakang menjadi tantangan tersendiri untuk sebagian orang yang konservatif dengan gaya dagang yang lama.
Untuk sebagian pelaku usaha yang mampu beradaptasi dengan perkembangan ini, fenomena ekonomi digital tentu akan menjadi keuntungan bagi usahanya. Bagi mereka, dengan ekonomi digital tentu akan memangkas beberapa proses produksi jika dibandingkan dengan cara konvensional. Selain itu, dengan era ekonomi digital tentu akan dijadikan peluang dalam pemasaran / iklan dengan target costumer yang lebih luas daripada konvensional, sehingga pengenalan produk dan penjualan menjadi lebih optimal. Sebaliknya, bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti perkembangan teknologi, bukan tidak mungkin akan tertinggal jauh dalam persaingan bisnis era saat ini. Banyak toko ritel yang tutup karena kalah saing dengan toko on-line yang lebih Berjaya di internet.
Gambar 2 Uang Elektronik
(Sbr : https://kreditgogo.com/artikel/Digital-Banking/Jenis-Uang-Elektronik-Buat-Pengaturan-
Finansial.html)
Salah satu perkembangan dan terobosan ekonomi digital yang paling pesat dalam beberapa tahun ini adalah munculnya uang elektronik dalam system pembayaran dalam negeri. Uang elektronik tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu Chip Based dan Server Based.
Singkatnya, Uang elektronik chip based biasanya menggunakan platform portable sebagai media transaksi semisal contoh : Kartu, Stiker Pin, dan lain-lain. Platform portable ini nantinya akan dilakukan system tap-ing dengan device reader-nya. Contoh dari Uang Elektronik dengan menggunakan Chip Based adalah penggunaan kartu e-Toll, dan Kartu Flazz dari Bank BCA.
Berbeda dengan uang elektronik server based, uang elektronik ini tidak menggunakan platform portable seperti kartu atau apapun, tapi menggunakan account
yang terdaftar di server. Cara penggunaannya pun bisa berupa autentikasi via QR code, atau pembayaran via aplikasi. Seperti contoh Go-Pay dan OVO.
Apapun tipe uang elektroniknya menurut saya terobosan ini merupakan langkah kongkrit dalam keseriusan pemerintah dalam implementasi ekonomi digital.
Kelebihan menggunakan uang elektronik tentu saja kita tidak perlu repot bawa uang tunai selain itu juga lebih aman karena biasanya ada limit maksimal dalam account elektronik money tersebut.
Loh kok malah lebih aman?
Iya dong. bayangkan kalau Cuma mau jajan terus klo diliat banyak uang didompet, tentu saja rawan terjadinya kriminalitas. Dengan uang elektronik, isi dompet bisa aman karena saldo dikalkukasi secara virtual. Selain itu dengan uang elektronik pembeli menjadi lebih efisien dalam melakukan transaksi, tidak perlu menghitung uang pembayaran, serta tidak perlu menghitung uang kembalian.
Gambar 3 Penggunaan Uang Elektronik di Indonesia
(Sbr : https://www.kompas.tv/content/article/14159/video/berita-kompas-tv/1-5-juta-uang-elektronik-akan-dibagikan-gratis)
Tapi saya sebagai pelaku ekonomi digital yang menggunakan uang elektronik menemukan beberapa kelemahan dan penyebab kenapa penggunaan dan perkembangan uang elektronik di Indonesia tidak se-optimal dan se-efisien yang seharusnya.
APA PENYEBAB PENGGUNAAN DAN PERKEMBANGAN UANG ELEKTRONIK INDONESIA TIDAK OPTIMAL DAN EFISIEN?
Awal bulan November 2018 kemaren waktu saya jalan-jalan di sebuah Mall di Samarinda, sebuah merk uang elektronik yang juga bekerjasama dengan layanan ojek online sedang gencar melakukan promosi. Tidak tanggung-tanggung promosinya, biaya mengantarkan penumpang hanya sebesar Rp 1 jika pembayaran menggunakan uang elektronik tersebut. Belum lagi Uang Elektronik ini juga bekerjasama dengan pedagang local bahkan kaki lima. Sebuah langkah yang cermat menurut saya. Karena melihat daftar merchant yang menerima pembayaran tersebut juga sudah banyak. Saya memutuskan untuk membuat dan top-up sebesar Rp 300.000 ,-
Ditengah perjalanan mall, tiba-tiba saya dan istri saya pengen nonton di cinema. Tapi baru ingat kalau uangnya tadi sudah dibuat top-up uang elektronik, dan uang elektronik tadi tidak diterima di cinema untuk pembelian tiket, dan kaki ini malas rasanya untuk turun empat lantai lagi hanya untuk Tarik tunai. Kemudian saya berpikir seharusnya ada solusi untuk semua ini.
Berangkat dari pengalaman tadi, saya menemukan problem dalam permasalahan
Ekonomi Digital khususnya di Uang Elektronik di Indonesia. Permasalahannya hanya satu :
“Terlalu Banyaknya Platform/Merk Uang Elektronik di Indonesia.”
Ya. Menurut saya Cuma itu. Semakin banyaknya Merk Uang elektronik di Indonesia, semakin tidak efisien pemakaiannya bagi masyarakat. Jika untuk suatu layanan menggunakan satu merk uang elektronik, mau berapa uang elektronik harus di stand-by kan saldonya?
Kita ambil Contoh, untuk beli tiket nonton bioskop pakai uang elektronik A, untuk layanan kendaraan online pakai uang elektronik B, untuk makan lebih banyak promo pakai uang elektronik C, untuk pembayaran gerbang toll otomatis menggunakan uang elektronik D, untuk jajan pakai uang elektronik E.
Bayangkan jika untuk menikmati semua fasilitas itu dan asumsi kita top-up Rp 100.000,-per uang elektronik. Kita bisa menghabiskan Rp 500.000,- untuk semua uang elektronik yang mana belum tentu kita habiskan.
Gambar 4 Banyaknya uang elektronik menarik minat masyarakat untuk menggunakannya
(Sbr : https://www.indiatoday.in/mail-today/story/e-transaction-credit-debit-cards-curb-black-money-326228-2016-05-30
Masalah akan terjadi ketika kita hanya sering menggunakan salah satu layanan uang elektronik tersebut. Semisal contoh, dari semua uang elektronik, ternyata saya lebih banyak menggunakan uang elektronik A karena saya hobi nonton bioskop. Manakala uang elektronik A sudah habis, dan saldo di uang elektronik B,C,D, dan E masih penuh, tetap saja saldo dari uang elektronik B,C,D, dan E tidak bisa dipakai untuk beli tiket nonton karena memang beda platform.
Hal ini menarik mundur minat masyarakat dalam menggunakan uang elektronik, karena takut investasi sia-sia dan mubazir karena penggunaannya dinilai tidak fleksibel. Inilah factor yang membuat pertumbuhan uang elektronik di Indonesia tidak optimal dan efisien.
APA SOLUSINYA?
Dari permasalahan di atas, saya pribadi dapat menarik solusi untuk mengatasi Banyaknya Platform/Merk Uang Elektronik di Indonesia, salah satunya dengan membuat Jaringan Koneksi Inter-EMoney.
Jaringan Koneksi Inter-EMoney ini akan menjembatani platform uang elektronik yang tergabung dalam jaringan inter-Emoney tersebut. Dengan adanya jaringan koneksi ini, memungkinkan transfer atau bahkan purchasing dari satu platform uang elektronik, ke platform uang elektronik yang lain.
Semisal contoh kasus di atas, ketika Saldo Uang Elektronik A sudah habis, saya masih bisa membeli tiket nonton bioskop dengan saldo uang elektronik B. begitu juga dengan saldo uang elektronik yang lain. Sehingga Uang Elektronik B, diproses dengan reader/server Uang Elektronik A
Mekanisme jurnal transaksi bisa dimungkinkan dengan alur sebagai berikut :
- Debet saldo Uang Elektronik B, Kredit saldo rekening Jaringan Interkoneksi yang ada di Uang Elektronik B.
- Debet saldo rekening Jaringan Interkoneksi yang ada di Uang Elektronik A, Kredit ke Saldo Uang Elektronik A.
- Uang Elektronik A dipakai untuk melakukan transaksi purchase ke merchant. (Secara teknis, metodenya sama dengan Giro BI antar bank.)
Nantinya, ketika jaringan koneksi inter-Emoney ini digunakan oleh User Platform Uang Elektronik, akan ada biaya interkoneksi yang dikenakan yang besarannya di atur oleh kebijakan, yang tentunya tidak menutup kemungkinan akan terjadi sharing fee dari biaya tersebut sehingga masing-masing platform uang elektronik akan berlomba-lomba untuk mengoptimalkan layanan uang elektronik mereka karena ada sharing fee yang didapatkan.
Dari sisi customer, customer tidak perlu takut mubazir lagi untuk isi saldo uang elektronik banyak-banyak, karena kalaupun ingin menikmati layanan lain yang tidak di sediakan oleh platform uang elektroniknya, dia tetap bisa menikmatinya dengan menggunakan jaringan interkoneksi uang elektronik tersebut untuk membayar layanannya.
REFERENSI
- “IMF Ingatkan Indonesia Soal Revolusi Digital”, http://republika.co.id/berita/ekonomi/fintech/18/02/27/p4slrx383-imfingatkan-indonesia-soal-revolusidigital,
- “Industri Digital, Silau Usaha Rintisan”, Kompas
- “Mengeruk Rupiah dari Bisnis Digital”, Republika
- “Menteri Bambang: Toko Ritel Tutup Dipengaruhi E-Commerce”, http://republika.co.id/berita/ekonomi/fintech/18/02/21/p4i0kw382-menteri-bambang-toko-ritel-tutup dipengaruhi-ecommerce