Kereta Api Indonesia makin lama makin membaik pelayanannya.
Ga cuma dari logonya yang ganti (loh) tapi dari sisi administrasi dan seg tata tertib dan aturan makin
diperketat.
Beberapa bulan terakhir, gue jadi suka bepergian ke Bandung
karena suatu urusan pribadi (ehem…), karena itu sekarang menjadi suatu
rutinitas >,< gue harus berpikir bagaimana caranya kesana (setidaknya
untuk urusan transportasi ) dengan biaya seminim mungkin. Karena dari semester
pertama sampe semester enam gue ga pernah naik kereta sendirian, karena masih
rada was-was (maklum, di Kalimantan ga ada kereta), denger-denger dari cerita
temen kalo naik kereta keluar kota lumayan bahaya banyak copetnya.
Oke, karena waktu pertama kali ke Bandung itu juga barengan
sama urusan keluarga, jadi biaya di tanggung nyokap. Karena orang tua maunya
yang aman, ya mereka ngasi biaya buat naik kereta Eksekutif. Jadilah tanggal 30
Juni 2011 gue naik Kereta Api Eksekutif Malabar
seharga Rp 190.000.
Eksekutif memang sangat nyaman. Kursinya, selevel dengan
pesawat. Biasanya wangi, dan tidak menimbulkan kesan kumuh, elegan malah
(yaiyalah. Eksekutiiip). Cuma mau saran. Kalau lo perjalanan malam dan
kemungkinan nginap di kereta, lebih baik ambil bisnis. Karena AC nya dingin
banget.
Beberapa bulan berikutnya, gue ke Bandung berencana naik
bisnis Karena mau nyoba yang lebih murah. Dan waktu itupun, gue juga naik
kereta Malabar. Gue tipe orang yang sudah percaya sama satu hal, akan memakai
produk itu selamanya sebelum ada yang ‘jauh’ lebih baik daripada hal itu.
Malabar merupakan kereta dengan tiga kelas, yaitu Eksekutif, Bisnis dan
Ekonomi. Bisnis lumayan nyaman, dengan tempat duduk sebaris (yang bisa diset
menjadi berhadap-hadapan). Dua kipas angin tiap gerbong, dan tanpa gorden pada
jendela kereta.
Suatu ketika urusan tersebut sangat mendadak, dan waktu itu
duit gue juga lagi cekak, dan gue pun memberanikan diri buat naik Malabar
Ekonomi. Yang bikin gue sedikit ngerasa secure
adalah harganya yang lebih mahal dari Ekonomi biasanya. Dari cerita
temen-temen gue, kereta ekonomi itu sengsara banget. Banyak yang berdiri,
penjual dimana-mana, penuh sesak, de el el. Tapi begitu gue naik Ekonomi
Malabar waktu itu, Kosong-melompong aja. Ga ada penumpang yang berdiri, penjualnya
juga lewat kalo pas lagi berhenti aja. Dan orang-orang keamanan juga dengan
sigap menegur penjual yang nekat berjualan pas kereta lagi jalan.
Berbeda dengan bisnis, kereta Ekonomi tidak bisa diatur
tempat duduknya, sehingga emang default-nya
duduknya hadap-hadapan. Disebelah kiri dalam satu kursi bisa memuat tiga orang,
dan di sebelah kanan, satu kursi bisa memuat 2 orang. Gue pun nanya sama
bapak-bapak disebelah, kenapa kok ekonomi disini enak banget? Kata bapak-bapak
itu, “Ekonomi Malabar emang yang paling enak. Kalo Ekonomi yang seperti adek
bilang itu, naiknya dari Lempuyangan. Orang-orang lebih nyebutnya ekonomi
sengsara. Harganya juga jauh lebih murah. Cuma 35ribu.” 35 Ribuuu
cuuuy….dibanding sama harga ekonomi Malabar yang 60ribu. Hampir setengahnya.
Bisa aja gue tiap minggu kebandung.
Abis Tahun baru, entah kenapa harga ekonomi Malabar naik
banget. Jadi mikir lebih baik naik bisnis daripada ekonomi. Harganya sekarang
menjadi 95ribu. Liat daftar tiket berikut.
Cuma nambah sedikit bisa naik Bisnis. Hal ini membuat gue
berpikir “apa sebaiknya naik ekonomi sengsara aja ya?”, lantas gue pun langsung
SMS gilang yang katanya kakaknya pernah naik ekonomi sengsara ke bandung. Dia
bilang, masih ada penumpang berdiri tuh. “WADUH”, bukannya pemerintah bilang
penumpang berdiri udah ga boleh lagi? Ini kenapa katanya masih ada ? bukan
masalah apa sih. Gue lagi banyak bawaan barang berharga. Takut aja. Lagipula
dalam laptop gue ada skripsi gue. Kalo hilang, masa iya gue ulang dari awal?
Akhirnya gue ma pacar gue pun memutuskan untuk naik yang
lebih murah (pacar gue Cuma nganter). Ya benar. Kereta yang kata orang ekonomi
sengsara ini. Gue milih buat naik Kahuripan.
Didalamnya, sudah ga seburuk yang diduga. Penumpang berdiri
benar-benar udah ga ada lagi. Bisa liat ni buktinya.
Dan lagi, dalam tiket dicantumin “Perjalanan anda bebas asap
rokok” woow. Keren banget kan? Udah ekonomi murah, bebas asap rokok lagi.
Tapi ternyata masih ada orang begok yang ngerokok dalam
kereta. Padahal jelas-jelas dari tiketnya itu memperingatkan kalau dalam
gerbong ga boleh ngerokok. Kalau emang mau ngerokok di depan WC atau jarak
antar gerbong bisa kan?
Lagi pula dalam gerbongnya sendiri udah ada tanda larang
dilarang Merokok atau
No Smoking
Dan satu lagi, bedanya kereta api Malabar dengan kereta api
Kahuripan ini adalah penjualnya yang nonstop dan gigih banget menjual barang
dagangannya. Rada susah kalau mau tidur jadinya… tapi ini bisa jadi pertanda
juga. Kalau yang jual ngomongnya “Mayzon mayzon”,berarti belum masuk ke jawa
barat. Soalnya kalau udah di Jawa Barat, ngomongnya jadi “Mijon Mijon”.
Intinya adalah, Kereta api sekarang perlahan makin membaik
pelayanannya, Semoga terus meningkat. Hanya saran saja Lebih ditegaskan lagi
masalah penjual dan rokok. Apapun gerbongnya, gue pikir didalam gerbong pasti
ada perempuan dan anak-anak, dan ga semua cowok suka asap rokok. Tolong lebih
dipertegas. Atau bahkan mungkin berlakukan semua stempel “Perjalanan anda bebas
asap rokok” ke semua tiket perjalanan Kereta Api Indonesia. Soalnya kemaren gue
beli tiket dari bandung ke Jakarta ga dapet tuh stempel. Hehehe... CMIIW